google8e706b55941b4797.html More Than Geography: Faktor Pembentuk Tanah

Senin, 11 April 2011

Faktor Pembentuk Tanah

Pengetahuan tentang morfologi tanah mengutamakan  teknik yang  harus  diketahui oleh surveyor  tanah  dalam  mengadakan identifikasi dan karakterisasi profil tanah di lapangan dengan benar. Deskripsi tanah mencakup deskripsi tentang keadaan umum dan deskripasi morfologi tanah. Morfologi tanah adalah susunan fisik, terutama ciri struktural dari profil tanah yang  ditunjukkan  oleh  macam, tebal dan susunan  horison  dari  profil, masing-masing horison secara fisik dicirikan oleh perbedaan tekstur, struktur,  konsistensi,  dan  kesarangan.   Morfologi  tanah  dapat memberikan keterangan sejumlah fakta hasil genesa tanah.  Ciri morfologi merupakan petunjuk proses yang pernah dialami profil tanah.

                Proses pembentukan tanah (genesa) dimulai dari proses pelapukan batuan induk menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses pencampuran bahan organik dengan bahan mineraldi permukaan tanah, pembentukan struktur tanah, pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas tanah ke bagian bawah dan berbagai proses lain yang dapat menghasilkan horison-horison tanah. Horison tanah adalah lapisan-lapisan tanah yang terbentuk karena hasil proses pembentukan tanah.
                Proses pembentukan horison-horison tanah tersebut akan menghasilkan tanah. Penampang tegak dari tanah tersebut menunjukkan susunan horison tanah yang disebut profil tanah. Horison-horison tanah yang menyusun profil tanah berturut-turut dari atas ke bawah adalah horison O, A, B dan C. Adapun horison tanah yang menyusun solum tanah adalah hanya horison A dan B.
Cabang ilmu tanah yang mempelajari proses-proses pembentukan tanah mulai dari bahan induk disebut genesa tanah. Banyak faktor yang mempengaruhi proses pembentukan tanah, akan tetapi hanya lima faktor yang dianggap paling penting, yakni: iklim, topografi, bahan induk, organisme, dan waktu.
A.      IKLIM
Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan tanah. Suhu dan curah hujan sangat berpengaruh terhadap intensitas reaksi fisika dan kimia di dalam tanah. Setiap suhu naik 10 °C maka kecepatan reaksi menjadi dua kali lipat. Demikian halnya reaksi-reaksi mikroorganisme dalam tanah juga sangat dipengaruhi oleh suhu tanah. Curah hujan dan suhu yang relatif tinggi di daerah tropik menyebabkan reaksi kimia berlangsung cepat, sehingga proses pelapukan dan pelindian berjalan cepat. Sebagai akibatnya banyak tanah-tanah di Indonesia telah mengalami pelapukan lanjut, kadar unsur hara rendah dan bereaksi asam. Untuk daerah-daerah yang beriklim relatif kering pelindian tidak berlangsung intensip sehingga tanahnya bersifat agak basis dengan kadar hara relatif tinggi.

B.      TOPOGRAFI
Topografi suatu daerah dapat menghambat atau mempercepat pengaruh iklim. Di daerah yang datar atau cekung, air tidak mudah hilang dari tanah dan bahkan menggenang, sehingga pengaruh faktor iklim tidak jelas dan terbentuklah tanah dengan warna kelabu atau banyak mengandung karatan. Daerah bergelombang biasanya drainase tanah relatif baik, sehingga pengaruh iklim (curah hujan dan suhu) menjadi cukup jelas dan pelapukan serta pelindian berlangsung lebih cepat. Di daerah berlereng curam kadang-kadang terjadi erosi permukaan secara terus-menerus, sehingga tanah yang terbentuk relatif dangkal, sebaliknya pada kaki lereng tersebut seringkali diketemukan tanah dengan solum tanah dalam akibat penimbunan bahan-bahan yang dihanyutkan aliran air dari lereng atas.

C.      BAHAN INDUK
Sifat-sifat bahan induk tanah kadang-kadang masih terlihat, bahkan pada tanah daerah humid yang telah  mengalami pelapukan sangat lanjut masih tetap dapat diketahui. Suatu contoh pada tanah-tanah bertekstur pasir adalah akibat kandungan pasir yang tinggi dari bahan induknya. Susunan kimia dan mineral bahan induk tanah tidak hanya mempengaruhi intensitas tingkat pelapukan, melainkan kadang-kadang menentukan jenis vegetasi alami yang tumbuh di atasnya. Terdapatnya batu gamping di daerah tanah yang berasal dari baru gamping biasanya banyak mengandung basa-basa. Adanya pengembalian basa ke lapisan tanah atas melalui seresah dari vegetasi tersebut, maka proses pengasaman tanah menjadi terhambat. Batuan induk tanah pada dasarnya dapat dibedakan menjadi empat macam, yakni: batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorf, dan bahan organik. Berdasar atas kandungan SiO2, batuan beku dibedakan lagi menjadi batuan beku yang bersifat asam, intermedier, dan alkalis. Batuan induk yang bersifat asam menghasilkan tanah yang bersifat asam pula, sedangkan batuan induk alkalis pada umumnya menghasilkan tanah-tanah alkalis, meskipun apabila pelindian lanjut karena curah hujan tinggi dapat pula membentuk tanah asam. Batuan induk tanah yang berasal dari batuan sedimen dapat dibedakan lagi menjadi batuan sedimen tua, misalnya: batu gamping, batu pasir, dan batu lempung; dan batuan sedimen baru misalnya: endapan di dataran banjir, pasir pantai. Batuan induk tanah yang berupa batuan metamorf pada dasarnya berasal dari batuan beku atau batuan sedimen yang karena tekanan atau suhu yang tinggi batuan tersebut berubah sifat-sifatnya. Bahan organik sebagai bahan induk tanah biasanya terbentuk di daerah hutan rawa yang selalu tergenang air, sehingga proses perombakan bahan organik berlangsung lebih lambat daripada proses penimbuanan, akibatnya terjadilah akumulasi bahan organik dan selanjutnya terbentuklah tanah-tanah organik.

D.      ORGANISME
Pengaruh organisme dalam proses pembentukan tanah tidaklah kecil. Akumulasi bahan organik, daur unsur hara, dan pembentukan struktur tanah yang stabil sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme dalam tanah. Di samping itu, unsur N dapat diikat ke dalam tanah dari udara oleh mikro-organisme, baik yang hidup sendiri di dalam tanah ataupun yang bersimbiose dengan tanaman. Demikian juga vegetasi yang tumbuh pada tanah tersebut dapat merupakan penghalang untuk terjadinya erosi tanah, sehingga mengurangi jumlah tanah permukaan yang hilang. Vegetasi hutan pada umumnya membentuk tanah-tanah hutan berwarna merah, sedangkan vegetasi rumput pada umumnya membentuk tanah berwarna hitam karena banyaknya sisa-sisa bahan organik yang tertinggal dari akar dan sisa rumput. Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman juga sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Jenis-jenis cemara akan memberikan kation-kation logam seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah. Daur unsur hara di bawah tanaman tersebut adalah rendah dibandingkan dengan tanaman berdaun lebar yang seresahnya lebih banyak mengandung basa-basa. Sebagai akibatnya keasaman tanah di bawah tanaman pinus biasanya lebih tinggi daripada tanah di bawah pohon jati. Di samping itu, pelindian basa-basa juga lebih intensif pada tanah di bawah tanaman pinus.

E.       WAKTU
Tanah merupakan benda alam yang terus-menerus berubah, sehingga sebagai akibat pelapukan dan pelindian yang terus-menerus tanah semakin tua dan semakin miskin unsur hara. Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis mengalami pelapukan, sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Profil tanah juga semakin berkembang dengan meningkatnya umur. Adapun proses pembentukan tanah yang terus berlangsung maka bahan induk tanah berubah berturut-turut dari tanah muda, tanah dewasa dan tanah tua. Tanah muda ditandai oleh proses pembentukan tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral, percampuran bahan organik dan bahan mineral di tanah permukaan dan pembentukan struktur tanah karena pengaruh bahan organik tersebut. Hasil proses pelapukan tersebut adalah pembentukan horison A dari horison C. Sifat tanah masig didominasi oleh sifat-sifat bahan induknya, misalnya Ordo Entisols (Aluvial, Regosol, Litosol). Tanah dewasa merupakan proses yang lebih lanjut dari tanah-tanah muda, yakni karena adanya proses pembentukan horison B. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi paling tinggi, karena unsur-unsur hara di dalam tanah cukup tersedia akibat pelapukan mineral dan pelindian unsur hara belum lanjut. Tanah yang termasuk tingkat ini misalnya Ordo Inceptisols (Latosol, Andosol, Kambisol, dll), Vertisols (Grumusol), Mollisols, dsb. Tanah tua terutama ditandai oleh proses pembentukan tanah yang berjalan lebih lanjut, sehingga terjadi perubahan yang lebih nyata pada horison A dan B, dan terbentuklah horison-horison tanah seperti A1, A2, A3, B1, B2, B3, dan lain-lain. Di samping itu pelapukan mineral dan pelindian unsur basa semakin meningkat, sehingga tinggal mineral-mineral yang sukar lapuk di dalam tanah, akibatnya tanah menjadi miskin dan asam. Tanah yang termasuk tingkat ini misalnya Ordo Oxisols (Laterit) dan Ultisols (Podsolik). Banyaknya waktu yang diperlukan untuk berkembang tanah berbeda-beda. Tanah yang berkembang dari batuan yang keras memerlukan waktu pembentukan tanah yang lebih lama daripada batuan induk yang lunak dan lepas. Bahan induk abu volkanik misalnya dalam waktu kurang dari 100 tahun telah membentuk tanah muda. Adapun tanah dewasa dapat terbentuk dalam waktu antara 1000-10.000 tahun.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

good,,,

Posting Komentar

mohon kritik dan saran yang membangun